Kalau ngomongin budaya Indonesia, rasanya nggak akan ada habisnya. Dari Sabang sampai Merauke, tiap daerah punya ciri khas unik yang bikin kita makin bangga jadi orang Indonesia. Nah, salah satu budaya yang menurutku keren banget adalah budaya Dayak di Kalimantan. Mereka punya satu bangunan tradisional yang bukan cuma rumah, tapi juga simbol cara hidup mereka yang kuat banget rasa kebersamaannya. Namanya: Rumah Betang.
Apa Itu Rumah Betang?
Rumah Betang atau kadang disebut juga Rumah Panjang, adalah rumah adat suku Dayak yang bentuknya panjang memanjang dan dibangun di atas tiang-tiang tinggi. Rumah ini bisa ditemui di berbagai wilayah Kalimantan, terutama di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Ukurannya? Jangan kaget. Bisa sepanjang 100 meter lebih dan lebarnya sampai puluhan meter juga. Yang tinggal di dalamnya? Bisa puluhan sampai ratusan orang!
Yup, kamu nggak salah baca. Rumah Betang bukan rumah buat satu keluarga kecil kayak rumah kita di kota, tapi buat banyak keluarga. Biasanya, satu keluarga punya satu bilik sendiri, tapi ruang tengahnya dipakai bareng-bareng. Di sinilah nilai hidup komunal orang Dayak terasa banget.
Lebih dari Sekadar Tempat Tinggal
Rumah Betang bukan cuma tempat tinggal biasa. Ini adalah pusat kehidupan komunitas. Di sinilah mereka makan bareng, diskusi soal adat, bikin kerajinan, bahkan upacara adat juga sering dilakukan di sini. Jadi, rumah ini tuh kayak jantungnya kampung.
Buat orang Dayak, hidup itu bukan soal individu, tapi soal kebersamaan. Semua urusan, dari yang kecil sampai yang besar, diselesaikan bareng-bareng. Kalau ada yang sakit, dibantu rame-rame. Kalau ada yang panen, hasilnya bisa dibagi. Nilai gotong royong bener-bener hidup di sini.
Arsitektur yang Punya Cerita
Secara arsitektur, Rumah Betang dibangun dari kayu ulin, yang terkenal tahan lama bahkan sampai ratusan tahun. Lantainya tinggi dari tanah, bisa mencapai 3–5 meter, fungsinya buat menghindari banjir dan serangan binatang buas. Tangga rumahnya cuma satu di depan, dan kadang ada juga di belakang buat darurat.
Salah satu hal yang menarik adalah semua bagian rumah ini dikerjakan secara gotong royong. Nggak ada cerita satu keluarga bangun rumah sendiri. Semua warga bantuin. Mulai dari motong kayu, ngangkat bahan, sampai ngedekor juga dikerjain bareng.
Pelajaran dari Rumah Betang
Menurutku, kita bisa belajar banyak dari filosofi Rumah Betang. Di zaman sekarang, di mana banyak orang hidup makin individualis, konsep hidup komunal kayak gini jadi sesuatu yang langka. Di Rumah Betang, kita diajarin buat saling peduli, kerja sama, dan menyelesaikan masalah bareng-bareng. Kalau ada konflik, diselesaikan secara musyawarah. Nggak langsung marah-marah atau main hakim sendiri.
Rumah Betang juga ngajarin kita buat hidup sederhana. Nggak ada sekat sosial yang tebal di sana. Semua orang diperlakukan sama. Nggak peduli kamu lebih kaya atau lebih miskin, selama kamu tinggal di situ, kamu bagian dari keluarga besar.
Diancam Modernisasi
Sayangnya, kehidupan di Rumah Betang mulai tergerus zaman. Banyak generasi muda Dayak yang merantau ke kota, dan nggak lagi tinggal di rumah tradisional. Mereka memilih rumah-rumah kecil yang lebih modern. Padahal, nilai-nilai yang diajarkan Rumah Betang itu justru makin relevan sekarang.
Beberapa komunitas masih berusaha menjaga keberadaan rumah ini, bahkan ada yang menjadikan Rumah Betang sebagai tempat wisata budaya. Tapi tetap aja, tantangannya besar banget. Modernisasi kadang bikin kita lupa akar budaya sendiri.
Penutup
Rumah Betang bukan cuma bangunan kayu panjang dengan banyak bilik. Ia adalah simbol hidup bersama, toleransi, dan kebersamaan yang udah mengakar dalam kehidupan suku Dayak. Di tengah hiruk pikuk zaman sekarang, nilai-nilai itu justru jadi sesuatu yang mahal.
Semoga, meski zaman terus berubah, semangat Rumah Betang nggak pernah padam. Karena dari sanalah kita belajar arti sesungguhnya dari hidup berdampingan.